Scenario:Ahmad dan Ketut sedang di masjid Nurul qalam kok pintu di kunci lewat mana pintu tidak di kunci
Create my version of this story
Ahmad dan Ketut sedang di masjid Nurul qalam kok pintu di kunci lewat mana pintu tidak di kunci
Ahmad Surya
male. He is a young man who often visits the Nurul Qalam mosque. He is curious,adventurous,and determined. Ahmad discovers the mosque's locked door and decides to investigate. He finds an open window and enters the mosque,where he meets Ketut. Together,they explore the mosque's hidden rooms and uncover a mysterious artifact.
Ketut Wijaya
male. He is Ahmad's friend who accompanies him to the mosque. He is cautious,loyal,and brave. Ketut initially hesitates to enter the mosque through a window but supports Ahmad in his investigation. He helps Ahmad navigate the dark rooms and shares his concerns about their discovery.
Rizal Fajar
male. He is a local resident who occasionally visits the mosque. He is knowledgeable,secretive,and enigmatic. Rizal appears unexpectedly in the mosque's hidden room,revealing his familiarity with its secrets. His presence adds mystery to Ahmad's discovery and hints at deeper knowledge about the artifact.
Saat itu Ahmad dan Ketut berjalan ke masjid Nurul qalam.
Mereka berjalan kaki sekitar 5 menit dari rumah mereka.
Mereka tiba di masjid Nurul qalam.
" Kok pintu masjid di kunci?
" Tanya Ahmad.
"Ya, tapi kok di kunci?
" Tanya Ketut.
"Siapa tahu, tapi kok tidak ada orang?
" Tanya Ahmad.
"Mungkin sudah pulang, karena kita datang terlalu malam," jawab Ketut.
"Tapi bagaimana caranya kita masuk, karena sudah di kunci?
" Tanya Ahmad.
"Masuk melalui jendela," jawab Ketut.
"Jendela mana?
" Tanya Ahmad.
"Jendela sebelah kiri," jawab Ketut.
"Baiklah, mari kita masuk melalui jendela," kata Ahmad.
Mereka berjalan ke arah jendela yang tidak di pasang kisi-kisi.
Mereka melihat-lihat apakah ada orang yang melihat mereka.
Setelah merasa aman mereka membuka jendela dan naik.
Mereka masuk melalui jendela dan berjalan menuju ruang utama.
Saat mereka berjalan ke ruang utama, Ahmad memimpin di depan dan Ketut mengikuti di belakang.
Ruang utama masjid Nurul qalam tidak begitu terang, hanya ada beberapa lampu yang menyala.
Matahari sudah terbenam, sehingga cahaya bulan masuk melalui jendela yang tinggi.
Cahaya bulan membuat bayangan panjang di atas sajadah-sajadah salat.
"Kita harus berhati-hati," kata Ahmad.
"Siapa tahu kita akan di tangkap," jawab Ketut.
Mereka terus berjalan menuju ruang utama.
Saat mereka tiba di ruang utama, mereka melihat seseorang yang sedang duduk bersila di hadapan mihrab.
Orang itu memakai baju salat putih dan sarung batik.
Mereka tidak begitu mengenal siapa orang itu, karena ruang utama tidak begitu terang.
Mereka berdiri diam dan memperhatikan orang itu.
Orang itu tidak menghiraukan kehadiran mereka.
"Ahmad, mari kita pergi," kata Ketut sambil menarik lengan Ahmad.
Tapi Ahmad tidak mau pergi, malah ia berjalan mendekati orang itu. Ketut juga mengikuti Ahmad dari belakang.
Lantai kayu yang dipijak oleh Ahmad membuat bunyi creak-creak.
Seseorang yang sedang duduk bersila itu menolehkan kepalanya ke arah mereka dengan perlahan-lahan.
"Siapa kau?" tanya Ahmad sambil menunjuk orang itu.
Orang itu bangkit dari duduknya dan membalikkan badan ke arah mereka.
Orang itu memakai baju salat putih dan sarung batik, tapi Ahmad tidak dapat melihat wajah orang itu karena ruang utama tidak begitu terang.
Saat Ahmad dan Ketut berjalan mendekati orang itu, orang itu mengulurkan tangan ke dalam jubahnya dan mengambil sesuatu.
Ahmad dan Ketut tidak tahu apa yang diambil oleh orang itu.
Lalu langkah Ahmad menjadi terhenti.
Ketut menggenggam lengan Ahmad dari belakang.
Tangan orang itu mengeluarkan sesuatu dari jubahnya.
Sesuatu yang dipegang oleh orang itu adalah boneka tangan.
Boneka tangan itu berbentuk monyet yang dipakai kain yang usang-usang.
Monyet kain itu memiliki mata yang berupa dua buah tombol baju.
Cahaya bulan membuat wajah orang itu terlihat jelas.
Orang itu adalah Rizal Fajar, salah seorang jamaah masjid Nurul qalam yang sering berziarah ke masjid ini. Rizal memasukkan tangannya ke dalam boneka monyet kain tersebut.
Rizal mengangkat boneka monyet kain tersebut dan menggerakkan mulutnya.
"Selamat datang, selamat datang, para penjelajah muda," kata Rizal dengan suara yang tinggi dan agak-agak cewek.
Kepala boneka monyet kain tersebut bergoyang-goyang ke atas dan ke bawah.
Ketut memegang lengan Ahmad dengan kuat-kuat.
"Selamat datang, para penjelajah muda," kata Rizal dengan suara yang tinggi dan agak-agak cewek.
Ahmad mengambil napas dalam-dalam untuk menenangkan dirinya.
Lalu Ahmad berjalan beberapa langkah mendekati Rizal.
Ketut melepaskan genggaman lengan Ahmad.
Boneka monyet kain itu terus berdansa di udara di antara Ahmad dan Rizal.
Mata boneka monyet kain itu terlihat seperti dua buah tombol baju yang berkilauan di bawah cahaya bulan.
Ruang utama masjid Nurul qalam terasa sangat sepi.
Tidak terdengar suara apapun, hanya suara nafas mereka dan bunyi creak-creak dari lantai kayu yang dipijak.
Ahmad memperhatikan mata Rizal yang tidak memandang ke arahnya, tapi memandang sesuatu yang ada di belakangnya.
Rizal masih menggerakkan boneka monyet kain tersebut. Lalu Rizal menggeser-geser posisinya beberapa langkah ke kanan.
Saat Rizal menggeser posisinya, terlihat sesuatu yang berada di bawah sajadah salatnya.
Sesuatu itu adalah kotak kayu yang kecil ukurannya dan berwarna coklat tua.
Kotak kayu tersebut dipijak oleh sajadah salat Rizal.
Ahmad mau bertanya kenapa Rizal berada di masjid Nurul qalam pada malam ini, tapi Rizal menurunkan boneka monyet kain tersebut dan mengangkat jari telunjuknya ke arah bibirnya.
"Diam dulu, ada yang ingin aku tunjukkan," kata Rizal sambil menunjuk ke arah kotak kayu di bawah sajadahnya.
Ketut menelan ludah, "Apa itu, Rizal? Kenapa harus disembunyikan di sini?"
Rizal tersenyum samar, "Ini adalah rahasia masjid yang sudah lama terlupakan."